Wednesday, August 12, 2009

Reset Printer Epson T11 dan T20

FARHATECH

(Lantai 2 Block A-25) HI-TECH MALL -Telp : 031-5476027

farhatec@yahoo.co.id

Jl. Kusuma Bangsa 116 - 118 - Surabaya - Indonesia

Menerima Reset Printer Epson T11 dan T20


Wednesday, July 15, 2009

Ustadz H Mas Danu akan Hadir di Surabaya 20 Juli 2009 jam 19.00

Bengkel Hati

"...Ust. Mas Dhanu akan hadir di Stasiun televisi TPI dalam acara Pengajian Pagi “Bengkel Hati” setiap hari Minggu dan Senin pkl 04.30-06.00 WIB, Live dan Interaktif, jamaah/penonton bisa bertanya dan berkonsultasi langsung dengan beliau di (021) 8779 6000, 8779 5000 atau mengirim sms dgn cara ketik Hati spasi pertanyaan kirim ke 9388 saat acara berlangsung..."

Ustadz H Mas Danu Hadir di :
Masjid Al-Akbar Surabaya, Jl. Wisma Pagesangan Raya atau Jl. Masjid Al-Akbar Utara, Surabaya

GRATIS

Tuesday, June 30, 2009

Dialog Imam Ja’far Dengan Para Tokoh Sufi

Pada awal abad kedua Hijriyah, muncul satu kumpulan dari kalangan Muslimin yang menamakan diri: “Orang-orang Sufi dan Zuhud”. Mereka mempunyai cara hidup tersendiri, dan mengajak orang lain melakukan hal yang sama.

Mereka begitu intens dalam menonjolkan gaya ini seakan ajaran agama terbatas pada tasawwuf dan kezuhudan saja. Mereka mengajak orang mukmin agar menghindari nikmat-nikmat duniawi, meninggalkan pakaian-pakaian yang elok, makanan-makanan yang lezat dan tak mau tinggal di tempat-tempat yang mewah. Mereka mencela orang-orang yang menikmati pemberian-pemberian Ilahi ini, dan mencap orang-orang seperti itu sebagai “ahli dunia” dan jauh dari sisi Allah.

Ajaran ini sebelumnya pernah ada di Yunani, India, atau di belahan dunia lain sebelumnya. Lalu menyebar pula dikalangan orang-orang Islam, yang kemudian mereka celup dengan warna agama.

Cara dan ajaran seperti ini berkesinambungan dan memberikan pengaruh yang besar kepada generasi-generasi berikutnya. Bahkan bisa dikatakan, mereka telah berhasil membentuk suatu mazhab baru. Maka sebagai akibatnya, terbentuklah kelompok yang tidak menghargai pilar-pilar kehidupan, tidak terikat dengan pekerjaan-pekerjaan, disamping juga menimbulkan kemunduran dan keterbelakangan di negara-negara Islam.

Pengaruh mazhab dan falsafah ini tidak terbatas pada orang-orang yang menamakan diri mereka sebagai sufi saja, bahkan cara berfikir yang unik yang bertopengkan zuhud, taqwa dan menanggalkan dunia, merayap pula ke semua tingkatan dan kelompok-kelompok mazhab Islam yang lain, yang mereka sendiri kadang-kadang menamakan dirinya sebagai anti sufi.

Tapi harus kita katakan juga, bahwa tidak semua orang yang menamakan diri mereka sufi, mempunyai cara berfikir dan hidup seperti itu. Dan tidak diragukan lagi, bahwa cara ini harus kita golongkan sebagai jenis penyakit sosial, suatu penyakit berbahaya yang bisa melumpuhkan semangat dan mentalitas kehidupan masyarakat Muslim. Penyakit seperti itu harus diperangi dan dibersihkan. Tapi, sayang sekali, usaha untuk itu tidak pernah ditujukan untuk membersihkan cara dan tata berfikir mereka. Penyerangannya selalu terfokus pada nama-nama dan pribadi saja, dan kadangkala untuk mendapatkan kedudukan duniawi semata-mata. Dan tidak sedikit orang yang memerangi penyakit tersebut, tanpa disadari, justru ikut terjangkit dan menyebarkan kuman-kumannya kepada yang lain. Mungkin hal ini disebabkan ketidak pahaman dan terbatasnya ilmu orang-orang yang tampil memerangi pikiran tersebut.

Oleh karena itu, penyakit dan cara berfikir yang kacau dan ngawur ini harus kita perangi. Maka berikut ini adalah penjelasan Imam Ja’far Ash-Shadiq, guru dari seluruh imam-imam mazhab dalam Islam, tentang perkara penting ini dalam bentuk dialog langsung dengan tokoh sufi yang sangat terkenal, Sufyan Al-Tsury, insyaAllah merupakan petunjuk dan jawaban yang paling lengkap dalam rangka menolak cara berfikir yang salah ini. Dan Alhamdulillah, jawaban tuntas Imam Ja’far tersebut masih tetap terjaga dan tersimpan rapi di banyak buku-buku Islam sampai saat ini.

Alkisah, pada suatu hari, Sufyan Al-Tsury yang hidup di kota Madinah, datang mengunjungi Imam Ja’far Ash Shadiq r.a. Saat itu dia melihat imam sedang memakai pakaian yang rapi dan sangat elok, bagaikan tabir halus yang memisahkan antara kuning telur dengan putihnya. Sufyan mengkritik, “Anda tidak selayaknya menceburkan diri Anda dalam kemewahan duniawi. Dari Andalah diharapkan ketakwaan, kezuhudan dan sifat menghindari dunia.”

Lalu imam berkata, “Dengar baik-baik hai Sufyan. Akan aku katakan sesuatu yang berguna untuk dunia dan akhiratmu. Apabila engkau keliru dan tidak mengetahui pandangan agama Islam yang sebenarnya tentang perkara ini, maka ucapanku akan betul-betul berguna. Namun kalau maksudmu untuk berbuat sesuatu yang bid’ah dan menyelewengkan ajaran agama, itu adalah soal lain, dan kata-kataku ini tidak akan ada gunanya.

Mungkin engkau mengamalkan cara hidup Rasulullah dan sahabat-sahabatnya yang faqir dan bersahaja pada zaman dulu, kemudian engkau mengira bahwa itu merupakan satu jenis taklif (kewajiban) bagi setiap Muslim sampai hari kiamat.

Namun kukatakan kepadamu, bahwa Nabi hidup di suatu masa dan keadaan dimana kesengsaraan, kemiskinan dan kesempitan melanda mereka. Rata–rata kaum muslimin saat itu tidak memiliki bahan keperluan pokok untuk hidup. Kehidupan Nabi dan sahabat–sahabatnya pada masa itu memang disebabkan oleh situasi dan kondisi yang menimpa semua orang.

Tapi kalau hidup di suatu masa dimana keperluan–keperluan hidup mudah didapat dan kondisinya mengizinkan kita untuk menikmati pemberian-pemberian Ilahi, maka yang paling berhak untuk menikmati karunia dan nikmat-nikmat Allah tersebut adalah orang-orang yang saleh dan bertakwa, bukan orang-orang fasiq, bukan orang-orang kafir, melainkan orang-orang Muslim.

“Aib apa yang engkau lihat pada diriku? Demi Allah, meskipun - sebagaimana yang engkau lihat – aku menikmati pemberian-pemberian dan nikmat-nikmat Ilahi ini, tapi sejak masa baligh-ku sampai sekarang, tidak pernah malam dan siang berlalu tanpa aku menyadari apakah hak orang lain masih ada di tanganku atau tidak. Kalau ada, segera aku lunasi dan kusampaikan kepadanya.”

Sufyan diam dan tidak bisa menjawab penjelasan Imam Ja’far Ash-Shadiq. Dia keluar dengan hati yang “kalah”. Dia pergi ke tempat sahabat-sahabat sufinya dan menceritakan apa yang terjadi antara dia dengan imam Ja’far. Mereka berembug untuk menemui imam Ja’far beramai-ramai dan mendiskusikan hal tersebut.

Setelah sepakat, mereka datang dan berkata, “Sahabat kami tidak bisa menjawab Anda dengan dalil yang kuat. Kini kami datang untuk menjelaskan kepada anda alasan-alasan kami.”

“Katakanlah dalil-dalil kalian,” kata Imam Ja’far.

“Dalil kami adalah Al- Quran.”

“Apakah ada dalil lain yang lebih baik dari Al-Qur’an? Coba sebutkan, aku bersedia mendengarnya.”

“Ada dua ayat dalam Al-Quran yang kami ambil sebagai dalil untuk membuktikan kebenaran kami dan ajaran tarekat kami. Dan ini cukup bagi kami. Allah SWT memuji sekumpulan sahabat didalam Al-Quran, yakni firman Allah, ‘Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang-orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang-muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.’ (QS. 59:9). Dalam ayat lain Allah berfirman, ‘Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.’(QS.76:9).”

Ketika argumentasi para sufi itu sampai disini, seorang yang hadir berkomentar dari kejauhan, “Sejauh yang aku ketahui, kalian sendiri tidak mempercayai apa yang kalian ucapkan itu. Kalian hanya ingin agar mereka menjauhi harta benda mereka, lalu memberikannya kepada kalian, dan pada gilirannya kalianlah yang menikmati semua itu. Karena itu, tidak pernah tampak kalian menghindari makanan-makanan yang lezat!”

“Tidak ada gunanya engkau terburu-buru mengucapkan kata-kata itu,” Imam Ja’far menegur orang yang berkata tadi.

Lalu beliau menghadap para sufi dan berkata, “Pertama-tama, apakah kalian bisa membedakan antara muhkam dan mutasyabih, nasih dan mansukh yang ada dalam Al-Quran ketika kalian berargumentasi dengan ayat-ayat suci Al Quran? Kesesatan yang menimpa umat Islam ini adalah karena mereka berpegang pada suatu ayat, tanpa mengetahui pengertian yang benar dari Al-Quran.”

“Sebenarnya kami hanya tahu secara garis besar tentang ilmu Al-Quran ini, tidak terlalu sempurna,” mereka menjawab.

“Itulah letak kesalahan kalian. Hadis-hadis Nabi adalah juga seperti ayat-ayat Al-Quran: diperlukan pengetahuan dan pengertian yang sempurna. Ayat-Ayat Al-Quran yang kalian bacakan tadi, bukan merupakan dalil yang mengharamkan kita menikmati pemberian-pemberian Ilahi ‘Azza Wa Jalla. Ayat itu berkenaan dengan pengorbanan dan pemberian Infaq. Ayat itu memuji suatu kaum pada suatu masa tertentu, karena mementingkan orang lain lebih daripada mereka sendiri, dan memberikan hartanya yang halal kepada mereka.

Namun kalau mereka tidak melakukan semua itu, bukan berarti mereka telah berbuat ingkar dan dosa. Allah tidak mewajibkan mereka berbuat demikian, dan pada waktu yang sama juga tidak melarang mereka. Kaum Anshar berkorban dan mementingkan kaum Muhajirin berdasarkan rasa ihsan dan panggilan hati nurani mereka, karenanya Allah SWT akan memberikan ganjaran kepada mereka. Dengan demikian, ayat itu tidak membuktikan kebenaran dakwaan kalian, karena kalian melarang dan mencela orang-orang yang menikmati pemberian-pemberian dan harta-harta yang Allah telah anugerahkan kepada mereka.

Sahabat Nabi pada masa itu terlalu banyak menginfaqkan dan mengorbankan hak milik mereka, sampai turun wahyu Allah yang membatasi perbuatan mereka tadi. Wahyu yang datang kemudian memanshukhkan amal perbuatan mereka. Seharusnya kita mengikuti wahyu yang datang kemudian, bukan mengikuti asal perbuatan mereka sebelumnya.

Allah SWT, berdasarkan rahmat-Nya yang tersendiri dan kepentingan orang-orang mukmin, melarang seseorang menyengsarakan dirinya dan keluarganya dengan memberikan apa yang ada ditangannya kepada oang lain, karena dalam keluarganya terdapat orang-orang yang lemah, anak-anak kecil dan orang-orang tua yang tidak dapat memikul semua itu.

Seandainya aku memiliki beberapa keping roti, dan ku infaq-kan semuanya, sedangkan keluargakulah yang berhak menerimanya, maka mereka akan mati kelaparan.

Karena itulah Rasulullah saw bersabda, ‘Jika seseorang mempunyai beberapa biji kurma, atau beberapa kerat roti, atau beberapa keping dinar, dan berniat menginfaqkan, pertama-tama dia harus infaqkan kepada ayah dan ibunya, lalu dirinya, istri dan anak-anaknya kemudian keluarganya dan saudara-saudaranya yang mukmin, dan terakhir barulah amal-amal kebaikan dan amal-amal jariyah.’ Yang terakhir boleh dilakukan setelah memenuhi tiga yang pertama.

Ketika Nabi mendengar seorang Anshar wafat, meninggalkan anak-anak yang masih kecil, sedangkan hartanya yang tidak seberapa itu dia infaqkan di jalan Allah, beliau bersabda, ‘Kalau sebelum ini kalian beritahu aku, maka aku tidak akan memperkenankan dia dikebumikan di pekuburan orang-orang Muslim. Dia meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil-kecil, lalu ia buka tangannya untuk orang lain!!’

Ayahku Imam Muhammad al-Baqir meriwayatkan kepadaku sabda Nabi saw: ‘Utamakanlah infaq-infaq kalian mulai dari keluarga kalian menurut susunan yang terdekat. Mereka yang terdekat denganmu adalah mereka yang lebih berhak.’

Selain itu, nash Al-Quran melarang cara dan ajaran kalian. Allah berfirman, ‘(Orang-orang Mukmin) adalah orang-orang yang apabila menginfaqkan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir, dan adalah infaq itu ditengah-tengah antara yang demikian.’

Banyak ayat-ayat Al-Quran yang melarang berinfaq secara berlebihan sebagaimana melarang sifat bakhil dan kikir. Al-Quran telah menentukan batas tengah dan kesederhanaan dalam amal ini. Ia tidak membenarkan seseorang memberikan setiap yang dimilikinya kepada orang lain, dan membiarkan dirinya sendiri hidup dalam keadaan sengsara; kemudian mengangkat tangannya dan berdoa: ‘Ya Allah, limpahkanlah rezeki-Mu kepada hamba-Mu ini.’ Allah SWT tidak akan mengabulkan doa seperti ini.

“Rasulullah saw bersabda: ‘Allah tidak mengabulkan doa beberapa golongan yaitu:

    1) Seseorang yang memohon kecelakaan bagi kedua orangtuanya;

    2) Seseorang yang hilang hartanya karena dipinjamkannya kepada orang lain tanpa mempunyai saksi atau bukti, kemudian dia berdoa kepada Allah agar ditunjukkan suatu jalan lain yang dapat mengembalikan hartanya itu. Doa orang seperti ini tidak akan dikabulkan oleh Allah; karena jalan yang benar telah diselewengkannya sendiri, yaitu memberikan hartanya tanpa saksi dan bukti;

    3) Seseorang yang memohon dari Allah agar dijauhkan dari gangguan sang istri. Sebabnya adalah, karena jalan keluarnya ada ditangan suami. Yakni, jika dia betul-betul merasa terganggu oleh si istri, maka dia bisa keluar dari suasana ini dengan menceraikannya, misalnya.

    4) Seseorang yang berpangku tangan di rumahnya, lalu berdoa kepada Allah agar dilimpahkan rezki. Allah akan berkata kepada hamba yang tamak dan jahil ini, ‘Hambaku! Bukankah aku telah tunjukkan kepadamu jalan untuk mendapatkan rezki, yakni dengan bergerak dan berusaha? Bukankah telah kuberikan kepadamu anggota badan yang sehat; tangan, kaki, mata, telinga dan akal, semua telah Kuberikan untuk melihat, mendengar, berfikir dan bergerak? Setelah itu semua, masihkah kau hanya mengangkat tangan tanpa mau berusaha? Semua itu diciptakan pasti ada motivasi dan maksud tertentu dibaliknya. Cara yang terbaik dalam mensyukuri semua nikmat adalah dengan menggunakannya pada tempatnya. Berdasarkan hal tersebut, maka hujjah dan alasan-Ku telah sempurna, bahwa kau harus berusaha dalam mencari rezki, mematuhi perintah-Ku berkenaan dengan usaha ini dan tidak bergantung kepada orang lain. Kalau semua itu sejalan dengan iradah dan kemauan-Ku maka pasti akan Kuberikan rezki untukmu. Tapi kalau dikarenakan sebab-sebab atau masalah-masalah kehidupan, lalu kau tidak mendapatkannya, maka kau telah menjalankan usaha dan kewajibanmu dengan baik. Dalam hal ini kau akan dimaafkan oleh Tuhanmu.’

    5) Seseorang yang telah mendapatkan harta yang banyak dari Allah, lalu habis disebabkan oleh infaq dan pemberiannya yang berlebih-lebihan, kemudian dia mengangkat tangannya dan berdoa, ’Ya Allah, limpahkanlah rezki-Mu padaku.’ Dalam jawabannya Allah akan berkata, ‘ Bukankah Aku telah berikan kepadamu rezki yang banyak? Kenapa kau tidak bersahaja? Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu agar bersahaja dalam berinfaq? Bukankah telah Kularang berinfaq tanpa perhitungan dan berlebihan?’.

    6) Seseorang yang berdoa untuk memutuskan tali silaturahmi.

Didalam Al-Quran, Allah SWT mengajarkan cara berinfaq yang benar, khususnya kepada Nabi saw. Suatu hari, Nabi saw memegang beberapa keping uang emas. Beliau mau menginfaqkan semuanya untuk fakir miskin karena tidak mau mempunyainya walau untuk waktu satu malam. Kemudian beliau menginfaqkannya dan diberikannya ke kanan dan ke kiri dalam satu hari. Esoknya, ada seseorang datang dan mendesak minta pertolongan dari Nabi . Beliau tidak memiliki apa-apa untuk diberikan kepada peminta ini. Karenanya beliau merasa sangat bersedih hati. Lalu turunlah ayat Al-Quran yang berkenaan dengan cara berinfaq, “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu, dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya, karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”. (QS 17: 29).

Demikianlah hadis-hadis Nabi saw yang akurat dan didukung oleh ayat-ayat suci Al-Quran. Seorang yang betul-betul mukmin dan takwa niscaya akan beriman dan mengikuti isi kandungan ini.

Ketika Abubakar dalam keadan hampir menemui ajalnya, beliau ditanya tentang hartanya; apakah akan diwasiatkan atau tidak. Ia menjawab: “Seperlima dari hartaku kalian infaqkan, dan selebihnya adalah hak waris.’ Seperlima dari semua harta adalah jumlah yang tidak sedikit. Padahal seseorang yang berada dalam keadaan sakaratul maut berhak untuk berwasiat sampai sepertiga dari hartanya. Kalau Abubakar tahu bahwa infaq yang berlebihan adalah lebih baik dan terpuji, maka tentunya ia menggunakan haknya, yakni berwasiat sampai sepertiga dari haknya.

Kehidupan dan cara berinfaq Salman al Farisi dan Abu Dzar Al-Ghifari r.a. yang kalian kenal ketakwaan, kezuhudan dan keistimewaan mereka, membuktikan kebenaran kata-kataku ini.

Ketika Salman menerima saham tahunannya dari Baitul Mal, dia menyisihkan bagi keperluan dan perbelanjaanya untuk waktu satu tahun. Ia ditanya, ‘Engkau yang begini zuhud dan takwa, masih teringat untuk menyimpan uang untuk jangka waktu satu tahun? Bukankah hari ini atau esok engkau bisa saja meninggal dan tidak menjumpai akhir tahun ini?’

Salman menjawab, ‘Dan mungkin juga aku tidak mati! Kenapa kamu hanya memperhitungkan kemungkinan mati saja tanpa menghiraukan kemungkinan hidup?! Andainya aku hidup, aku telah mempunyai perbelanjaan dan bekal. Wahai orang-orang jahil! Kalian telah lupa pada segi ini, yakni: bahwa jiwa manusia akan malas dan enggan untuk taat kepada Allah, bahkan akan kehilangan semangat dan energinya pada jalan yang haq, jika dia tidak memiliki bekal hidup yang cukup. Namun kalau kebutuhannya terjamin, maka kehidupannya akan terasa tentram.’

Abu Dzar al-Ghifari r.a. mempunyai beberapa ekor unta dan kambing yang bisa dia perah dan minum susunya. Kadangkala beliau amat ingin memakannya, tapi jika beliau kedatangan tamu, atau ada orang lain yang memerlukan daging; serta merta beliau sembelih dan gunakan daging tersebut. Bila Abu Dzar ingin memberikan sesuatu kepada orang lain, maka beliau menyisihkan kadar yang sama untuk dirinya sendiri.

Manusia mana yang lebih zuhud dari mereka? Nabi telah bersabda mengenai mereka, yang tidak syak lagi, telah kalian ketahui semua. Mereka tidak pernah, dengan alasan takwa dan zuhud, melepaskan seluruh hak milik mereka. Mereka tidak pernah mengajarkan dan mengamalkan seperti apa yang kalian ajarkan, yakni agar setiap muslim meninggalkan setiap yang mereka miliki, dan membiarkan diri dan keluarganya dalam keadaan sengsara.

Aku ingin mengingatkan kalian pada suatu hadis yang diriwayatkan oleh ayahku, beliau meriwayatkan dari ayahnya sampai kepada Nabi saw. Nabi bersabda: ‘Sesuatu yang paling menakjubkan adalah keteguhan iman seorang mukmin dalam keadaan yang jika badannya diputus sepotong-sepotong dengan pisau, maka semua itu merupakan kebaikan dan kebahagiaan baginya. Dan jika kekuasaan Barat dan Timur diberikan kepadanya, ini pun merupakan kebaikan dan kebahagiaan baginya.’

Kebaikan seorang mukmin tidak seharusnya dalam lingkaran kefakiran dan kemiskinan. Kebaikannya berangkat dari hakekat iman dan aqidahnya dalam segala kondisi, apakah jatuh fakir dan miskin, atau kaya dan berkecukupan. Semua itu tidak mengubahnya untuk menjalankan kewajibannya dengan cara yang terbaik. Inilah yang dikatakan sebagai keadaan yang paling menakjubkan dari seorang mukmin dimana setiap kejadian, kesusahan atau kesenangan, baginya adalah baik dan membahagiakan.

Bagaimana, apakah ini cukup bagi kalian ataukah perlu kutambah? Tahukah kalian sejarah periode pertama datangnya risalah Islam, dimana jumlah kaum muslimin masih sedikit? Undang-undang jihad pada masa itu adalah: Setiap satu orang muslim wajib berdiri menghadapi sepuluh orang kafir. Siapa yang ingkar terhadap perintah tersebut adalah berdosa dan melanggar hukum. Namun kemudian diperoleh kemudahan-kemudahan yang lebih banyak. Melalui Inayah dan Rahmat-Nya, Allah meringankan peraturan itu sehingga menjadi: setiap Muslim hanya wajib menghadapi dua orang kafir, tidak lebih.

Aku bertanya kepada kalian tentang satu perkara yang berkenaan dengan hukum qadha, perundang-undangan dan mahkamah Islam. Andaikan salah seorang diantara kalian berada di mahkamah, dan didakwa dalam perkara nafkah kepada istrimu, apa yang akan engkau lakukan? Apakah engkau akan minta maaf dan mengatakan bahwa engkau adalah orang yang zuhud dan tidak menghiraukan lagi nikmat-nikmat duniawi? Apakah alasanmu itu dapat dibenarkan? Apakah dalam pandanganmu, keputusan hakim yang mewajibkan engkau memberikan nafkah kepada istrimu, merupakan suatu keputusan yang benar dan adil, atau keputusan yang lalim dan aniaya? Kalau engkau katakan bahwa keputusan itu adalah lalim dan tidak benar, maka jelas engkau telah berdusta dan telah menganiaya semua muslim melalui tuduhan yang ngawur ini. Dan kalau engkau katakan bahwa keputusan hakim itu adalah benar, maka alasanmulah yang keliru; dan konsekuensinya adalah bahwa tarekat dan ajaranmu adalah salah.

Ada beberapa perkara dimana kaum Muslim wajib atau tidak mengeluarkan infaqnya, seperti zakat atau kaffarah (denda). Andaikan kita definisikan zuhud sebagai menghindar dari kehidupan dan keperluan-keperluan hidup, dan andainya semua orang (mengikuti kemauan kalian) menjadi zuhud dan berpaling dari kehidupannya sehari-hari, maka bagaimana nasib infaq-infaq wajib seperti zakat dan kaffarah? Bagaimana pula nasib zakat-zakat wajib seperti emas, perak, kambing, unta, sapi, kurma, kismis dan lain sebagainya? Bukankah maksud yang tersirat dari pemberian infaq adalah agar orang-orang yang tidak mampu bisa hidup lebih baik, dan mereka bisa menikmati anugerah-anugerah Ilahi itu?

Inilah sebenarnya maksud yang tersirat dibalik penentuan hukum–hukum tersebut. Kalau motivasi agama adalah menjadi fakir, dan hidup dalam kesengsaraan adalah puncak tertinggi dari tarbiyah diniyah (pendidikan agama), itu berarti bahwa orang–orang fakir telah berhasil mencapai puncak tersebut, dan mereka tidak boleh diberi apapun agar tetap dapat dalam keadaan yang baik dan berbahagia. Pada gilirannya merekapun tidak boleh menerima setiap pemberian agar tetap dalam suasana mereka yang selalu berbahagia.

Kalau apa yang kalian ucapkan itu benar, maka selayaknya setiap orang tidak menyimpan harta. Apa yang ia peroleh harus ia infaqkan. Dengan demikian kewajiban membayar zakat tidak perlu ada lagi.

Maka jelas bahwa apa yang kalian anut dan sebarkan, adalah satu ajaran dan tarekat yang salah dan berbahaya. Dan ajaran ini berasal dari kejahilan dan ketidak pahaman kalian akan Al-Quran dan Hadis-Hadis Nabi Saw. Hadis-Hadis yang kupaparkan tadi tidak diragukan lagi kesahihannya; ayat-ayat suci Al-Quran sendiri mendukung kesahihan hadis-hadis tersebut . Sayangnya, kalian menolak hadis-hadis sahih yang tidak sejalan dengan ajaran dan pendapat kalian. Hal ini sebenarnya merupakan kejahilan lain yang ada pada kalian. Kalian juga tidak memahami secara mendalam ayat-ayat suci Al-Quran, juga tidak tahu membedakan antara nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih serta amar dan nahi.

Coba kalian jawab argumenku berikut ini mengenai kisah Nabi Sulaiman bin Daud a.s. Beliau mohon suatu kekuasaan dari Allah SWT yang tidak akan diperoleh oleh siapapun sepeninggalnya: ‘Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku.‘ (QS. 38:35) Dan Allah memberikan kepadanya.

Nabi Sulaiman tidak menginginkan sesuatu kecuali yang haq. Dalam hal ini, baik Allah SWT atau orang-orang mukmin, tidak mencela Nabi Sulaiman as karena memohon kekuasaan yang begitu besar dari Allah. Begitu juga halnya dengan nabi Daud a.s. yang datang sebelumnya.

Dalam kisah Nabi Yusuf as, beliau berkata kepada raja: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir) sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan” (QS. 12:55). Akhirnya beliau menangani semua urusan yang terbentang luas dari Mesir sampai ke Yaman. Ketika paceklik menimpa seluruh pelosok negeri, semua penduduk dari berbagai belahan datang membeli perbekalan dan bahan-bahan pokok mereka. Ini tidak menyebabkan Yusuf lupa pada yang haq dan Allah pun tidak mencelanya di dalam Al-Quran.

Begitu juga dengan kisah Dzul Qarnain, seorang hamba yang cinta kepada Allah dan dicintai oleh-Nya. Kepada Dzul Qarnain, Allah memberikan kemudahan-kemudahan dan kekuasaan dunia, dari Barat sampai ke Timur.

Hai orang-orang sufi! Tinggalkanlah jalan yang tidak benar itu. Tunjukkanlah adab Islam yang sebenarnya. Jangan melampaui perintah dan larangan Allah, dan jangan pula mengurangi perintah-perintah-Nya. Jangan kalian ceburkan diri kalian ke dalam masalah-masalah yang kalian tidak ketahui. Tuntutlah ilmu-ilmu itu dari ahlinya. Kenalilah perbedaan antara nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih serta halal dan haram. Semua itu akan lebih baik dan mudah bagi kalian, serta dapat menjauhkan kalian dari kejahilan. Bebaskan diri kalian dari kejahilan, karena penyokong-penyokongnya terlalu banyak; sebaliknya, penyokong-penyokong ilmu pengetahuan sangatlah sedikit “.

Sumber:
Muthahhari, Murtadha. 1996. Kisah Sejuta Hikmah: Orang-Orang Bijak. Bandung: Pustaka hidayah

http://pustakanilna.com/

Tuesday, June 23, 2009

Ya Allah ...

Yaa Rabbuna, Engkaulah Yang Maha Segalanya
Aku bersyukur menjadi makhlukMu di dunia yang fana
Agar insya Allah aku mengenal cintaMu dan keberadaanMu
Semoga aku telah bersamaMu dan yang Engkau cintai dalam waktuMu

Alhamdulillah astaghfirullah laa illa ha illallah Muhammadur rasulullah

Katakanlah (hai orang-orang mukmin): Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim (Abraham), Isma'il (Ishmael), Ishaq (Isaac), Ya'qub (Jacob/Israel) dan anak cucunya dan apa yang diberikan kepada Musa (Moses) dan Isa (Jesus) serta apa yang diberikan kepada Nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka. Dan kami hanya tunduk patuh kepadaNya (Al Qur'an Surat Al Baqarah Ayat 136)

Ditulis oleh hamba kotor, dhaif, dan yang tak pantas disebut dari Allah Ar Rahmaan Ar Rahiim

Machicky Mayestino

Sunday, March 1, 2009 at 9:07pm

Sunday, May 24, 2009

Gaining Khushuu' in Salah

I Love Allah

Gaining Khushuu' in Salah

What is Khushuu'? Khushuu' during Salaat is misunderstood by some people as crying and weeping. Rather, it is the presence of the heart during an act of 'ibadah. When a person's heart is fully occupied of what he says or hears, he is in a true state of khushuu'...

ini tambahan manfaat facebook yang luar biasa dan bisa dibaca banyak orang ...


Saturday, May 23, 2009

Komunitas Anti Facebook , ...

Komunitas Anti Facebook , kalau mengganggu orang, kalau membuat orang sakit hati, kalau menyebarkan berita bohong , kalau , ...

Kalau digunakan untuk tujuan yang baik sesuai agama Islam, Ya tentu boleh dan bermanfaat.

Facebook-an Berlebihan Diharamkan Ponpes se Jawa-Madura

Bagi rekan-rekan yang mengharamkan facebook, boleh-boleh saja kalau facebook banyak merugikan bagi diri rekan-rekan sendiri atau orang lain.

contoh manfaat facebook :

1. http://www.facebook.com/feeds/notes.php?id=1164664307&viewer=1164664307&key=d57b5eb3d5&format=rss20

Herry Cahyanto

2. http://www.detiknews.com/read/2009/05/23/033002/1135850/10/paus-ajak-kaum-muda-kembali-ke-gereja-lewat-facebook


www.pope2you.net

3. Didalam Islam bersilaturahmi itu dapat memanjangkan umur seseorang .... [facebook bermanfaat untuk mempererat tali persaudaraan sesuai dengan aturan Islam ]

4. ...

Friday, May 22, 2009

ANUGERAH KAAFFAH DARI ALLAH AZZA WA JALLA

ANUGERAH KAAFFAH DARI ALLAH AZZA WA JALLA

Tak satupun manusia tak berdosa
Menebarkan derita bagi dirinya
Memakari Allah Azza Wa Jalla
Yang bahkan selalu mengasihinya

Namun Beliaulah Majikan alam semesta
Maka Beliaulah juga Pengampunnya
Karena semuanya tentulah ciptaanNya
Asalkan saja ia menghamba kepadaNya

Manusia dipersilahkan memikirkan semua hal
Beriman bagi muslim adalah juga berakal
Maka telah jelaslah perihal haram dan halal
Dan di antaranya, mutasyabihatlah hal-ikhwal

Dan barangsiapa bersedia menjaganya
Ia membersihkan kehormatan dan agamanya
Berhati yang baik, baiklah juga kehidupannya
Syukurilah dan jalanilah, anugrah kaaffah dariNya

Jakarta, 20 Mei 2009, 23.23 WIB

Dari Anas bin Malik rodhiallahu ‘anhu dia berkata:

Aku mendengar Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam, sepanjang engkau memohon kepada-Ku dan berharap kepada-Ku akan Aku ampuni apa yang telah kamu lakukan. Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, jika dosa-dosamu setinggi awan di langit kemudian engkau meminta ampunan kepada-Ku akan Aku ampuni. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang membawa kesalahan sebesar dunia, kemudian engkau datang kepada-Ku tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, pasti Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sebesar itu pula.” (HR. Tirmidzi, ia berkata, ”hadits ini hasan shahih.”)

An-Nu'man bin Basyir berkata:

"Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat (syubhat / samar, tidak jelas halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti penggembala di sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.'" (HR. Bukhari)

QS Al Baqarah ayat 208 (2:208):

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam (sistem Manajemen) Islam keseluruhan (kaaffah), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

QS Ibrahim ayat 7 (14:7):

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."

QS Ath Thaalaq ayat 10 (65:10):

Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu.

QS Az Zumar ayat 18 ((39:18):

Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya[*]. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.

[*] Maksudnya ialah mereka yang mendengarkan ajaran-ajaran Al Quran dan ajaran-ajaran yang lain, tetapi yang diikutinya ialah ajaran-ajaran Al Quran karena ia adalah yang paling baik.

QS Ash Shaff ayat 2-3 (61:2-3):

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.

QS An Nisaa’ ayat 82 (4:82):

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.

QS Al Waaqi’ah ayat 81 (56:81):

Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al Quran ini?

QS Al Baqarah ayat 23 (2:23):

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah [*] satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.

[*] Ayat ini merupakan tantangan bagi mereka yang meragukan tentang kebenaran Al Quran itu tidak dapat ditiru walaupun dengan mengerahkan semua ahli sastera dan bahasa karena ia merupakan mukjizat Nabi Muhammad SAW.

Sebaik-baik urusan adalah yang pertengahannya (yang adil atau tidak berlebih-lebihan). (HR. Al-Baihaqi)

Di dalam ilmu Fisika, "Gaya (tekanan, stress) yang bekerja terhadap sesuatu (benda) yang berada dalam keadaan setimbang (seimbang) adalah (disetarakan atau dianggap) nol (tak berarti)"

Di dalam ilmu Fisika, "Energi tak dapat diciptakan dan tak dapat dimusnahkan"

Di dalam Islam, Allah adalah Al Awwal dan Al Akhir (Asma'ul Husna).

QS Al Fajr 27-30 (89:27-30):

"Hai jiwa yang tenang/Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya/Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku/Masuklah ke dalam syurga-Ku."

Inilah penghargaan Allah SWT kepada hamba-hambanya yang beriman, yang mencari dan menjalani anugerah yang menyeluruh-kaaffah, yang berada dalam ketenangan, yang berada dalam keadaan setimbang, yang melewati ujian dengan iman; maka ia insya Allah akan bersama Beliau, Allah SWT Al Awwal al Akhir, Sumber segala jenis energi.

Jika ada kesalahan adalah dari saya, jika ada kebenaran adalah dari Allah Azza Wa Jalla.

Shadaqallahul adhiim

WWW

Dhaiful Abdullah: ATM
Jakarta, 20 Mei 2009